KISAH ASHABUS SABT

Sebuah desa di tepi laut. Dihuni orang-orang  keturunan Nabi Israil. Bani Israil. Mata pencaharian penduduk itu menangkap ikan di lautan. Setiap hari mereka bersiap diri, jaring, dan perahu untuk menangkap ikan sebanyak mungkin. Kala mereka pulang membawa ikan yang banyak, wajah-wajah istri dan anak mereka ceria bukan main. Gembira ria atas keberuntungan itu. Beda sekali dibandingkan ketika mereka pulang dengan tangan hampir hampa. Ketika hanya beberapa ekor ikan yang masuk di jaring mereka. Wajah kuyu dan tersirat kekecewaan.
Kecuali hari sabtu. Hari yang lain mereka boleh mencari ikan. Hari Sabtu khusus untuk beribadah, haram bekerja. Barangsiapa nekat bekerja maka ia berdosa dan diancam akan mendapat siksa.
Allah menguji keimanan mereka. Pada hari Sabtu ikan-ikan bermunculan di permukaan. Ikan-ikan itu terapung-apung seolah menari-nari. Seakan-akan ikan-ikan itu menggoda agar ditangkap. Sedangkan pada selain hari Sabtu ikan-ikan jarang bermunculan. Seolah-olah ikan-ikan itu sengaja bersembunyi.
Iman sebagian penduduk desa goyah. Ada yang tetap mentaati perintah Allah untuk tidak menangkap ikan di hari Sabtu. Ada yang berusaha mencari cara agar bisa menangkap ikan yang bermunculan di hari Sabtu itu. Setan berusaha membisiki sebagian penduduk desa itu agar tidak kehilangan kesempatan untuk mendapatkan ikan yang banyak.
Namun, sebetulnya dalam hati sebagian penduduk itu juga merasa takut melanggar perintah Allah. Mereka berpikir. Mencari akal. Bagaimana caranya agar tetap dapat ikan tapi tidak bisa disalahkan? Pikiran yang culas ditambah bisikan setan menghasilkan cara itu. Mereka pasang jerat di hari Jum’at, untuk mereka ambil hasil tangkapannya di hari Ahad. Hari Sabtu mereka tetap tidak melaut. Seolah tidak bekerja dan tetap mengkhususkan hari untuk beribadah.  Dengan cara itu mereka menyangka tidak akan termasuk orang yang melanggar pantangan Allah. Ya mereka merasa aman.
Rupanya penduduk kampung itu terbagi dalam tiga golongan. Satu golongan yang melampaui batas dan durhaka, yang berani menangkap ikan di hari Sabtu. Golongan kedua orang saleh yang mau menasihati saudaranya yang bermaksiyat. Golongan ketiga orang yang berdiam diri melihat kemungkaran, mereka ini justru mencela orang saleh yang memberi nasehat dan tidak mencela orang-orang yang berbuat mungkar. Orang-orang saleh itu berharap dengan memberi nasehat itu orang yang berbuat mungkar akan takut pada Allah dan menghentikan perbuatan durhakanya.
Namun, ternyata orang-orang yang durhaka itu tetap pada pendiriannya. Mereka enggan menyadari kesalahannya. Bahkan merasa benar cara dengan yang ditempuhnya. Nasihat itu tidak mampu menghentikan keinginan yang kuat untuk mendapatkan ikan yang menari-nari itu. Nasihat itu justru terasa jadi pengganggu. Mereka merasa rugi jika kehilangan kesempatan mendapat rezeki yang berlimpah di hadapannya. Akan tetapi sesungguhnya mereka telah melanggar syariat Allah.
Hari kebenaran itu datang. Allah mengutuk orang-orang yang durhaka itu. Mereka dirubah jadi monyet yang hina. Hewan yang menggambarkan kerakusan mereka. Tidak ada yang dapat menolak akan titah-Nya. Jika Allah berkehendak maka terjadilah. Wujud mereka berubah menjadi monyet.

No comments:

Post a Comment

Hatur nuhun ka sadayana nu tos comment..